Selain pada proses dan motifnya, sarung tenun Sikka juga unik karena pewarnaannya. Kain tenun Sikka yang merupakan tenun ikat ini menggunakan pewarna alami.
Setelah melewati proses ikat dengan pola sesuai motif yang direncanakan, rangkaian benang-benang itu memasuki tahapan pewarnaan.
Untuk pewarnaan benang tenun Sikka ini dilakukan di area tersendiri.
“Namanya Pang Una Tarun, yakni lumbung untuk pewarnaan. Kenapa dipisah? Karena setelah perendaman baunya busuk sekali,” kata Yosef Gervasius, 45 tahun, ketua sanggar Bliran Sina di NTT.
Baca Juga: Lewat Tenun Ikat, Perempuan-Perempuan Sikka di Flores Menjaga Keluarga Sekaligus Tradisi
Jalinan benang itu dimasukkan ke dalam adonan kemiri yang ditumbuk dengan dan daun pepaya agar awet. Kemudian dijemur di bawah panas matahari 2-3 hari. Barulah diwarnai.
Nah, untuk pewarnaan masyarakat setempat menggunakan pewarna alami. Warna merah dari kulit akar mengkudu yang dicampur kulit loba yang ditumbuk sampai halus.
Kemudian jalinan benang itu direndam selama tiga malam. Setelah sampai waktunya kemudian dijemur. Tak langsung jadi lho, tapi biasanya bisa dua sampai tiga kali proses serupa.
“Agar warnanya bagus,” kata Yosef.
Baca Juga: Menyusuri Flores dari Maumere ke Labuan Bajo: Lewat Darat, Laut, dan Udara (1)
Warna-warna lain juga drai bahan-bahan alami. Di antaranya warna kuning dari kulit mangga dicampur kunyit, dan kulit nangka. Warna hitam dibuat dari daun nila, sedangkan biru dari daun nila indigo. Sementara hijau dari daun alang-alang .
Untuk proses pewarnaan ini juga dilakukan oleh para perempuan Sikka. Tapi tak semua bisa ikut mewarnai lho.
“Saat bikin pewarnaan pantang kalau cewek lagi datang bulan. Warna akan beda, enggak jadi, pada akhirnya,” tutur Yosef.
Boleh percaya, boleh tidak…
[…] Baca Juga: Pewarnaan Alami Sarung Tenun Sikka dan Pantangan Perempuan yang Datang Bulan […]